Selasa, 31 Maret 2009

Kiat Menyikapi Kondisi Saat Haid


Oleh Ustz. Mimin Aminah

Haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita, yang berasal dari sel telur yang tidak dibuahi. Darah ini keluar dalam kurun waktu tertentu juga memiliki warna dan bau yang khas. Para ulama sepakat, kurun waktunya minimal 1 hari dan maksimal 15 hari, lebih dari kurun waktu tersebut dikategorikan darah penyakit.

Kali ini kita tak membahas permasalahan fiqihnya, tapi sikap apa yang harus kita lakukan dalam kondisi haid dan nifas, karena dalam kondisi ini tak sedikit para wanita yang cenderung bersikap berbeda dari biasanya.

Secara fisik, pertama, sensitivitas lebih meningkat. Biasanya hal ini dimulai sejak sebelum datang bulan, ada yang merasa pegal-pegal, sakit, atau mual-mual. Ini masalah biasa, tapi bila sakitnya berlebihan, harus dikonsultasikan kepada dokter ginekolog. Kedua, daya tahan tubuh melemah, misalnya mudah merasa lemas. Karena itu, aktifitas fisik kita juga harus diperhitungkan.

Secara psikis atau kejiwan, kita biasanya lebih cepat marah atau tersinggung. Tak terasa suara jadi agak ketus atau seperti agak malas diajak bicara, padahal biasanya ramah. Agar saat haid kita tak menyulitkan atau membingungkan orang lain, sebaiknya kita memberi tahu orang-orang di sekitar kita, bahwa saat ini ada kondisi-kondisi yang di luar kontrol kita, kondisi kejiwaan kita sedang sensitif. Ini sebenarnya ujian bagi kita, bagaimana dalam kondisi buruk kita tetap mampu bersikap baik.

Tak ada salahnya kita mengkomunikasikan dengan teman-teman agar kita tak menzalimi mereka hingga menjadi dosa bagi kita, misalnya, “Maaf ya kalau saya agak kurang baik, kayaknya mau haid nih.” Kalau sahabat atau teman yang mengerti dia akan maklum, misalnya akan mengurangi candanya.

Apalagi terhadap suami dan anak, informasikan beberapa hari sebelumnya, misalnya 3 hari sebelumnya (H-3). Teruslah berlatih, hingga bisa H-2, H-1, dan akhirnya tak ada bedanya antara sedang haid dan tidak. Hal ini perlu dilatih terus menerus. Bercermin dari kondisi kita selama haid, kita pun harus meraba perasaan para wanita yang sedang haid di sekitar kita.

Lalu, mengapa orang yang sedang haid itu cenderung menyebalkan dan mengesalkan banyak orang, lebih cepat marah, sensitif, dan egois? Menurut pendapat sebagian orang, hal ini disebabkan kita tidak shalat, yakni ibadah yang selama ini menguatkan ruhiah kita, yang diantara manfaatnya adalah untuk menahan marah,emosi, atau sensitivitas kita.

Padahal semestinya kita tidak perlu demikian, masa Alloh yang menyuruh kita berhenti shalat lalu membuat kita menjadi demikian. Hal ini terjadi karena ada perubahan amal yang kita lakukan antara sedang haid dan tidak.

Walaupun sedang haid, kita tetap tak boleh kehilangan amal kebaikan. Walaupun tidak shalat, usahakan saat waktu shalat kita hadir seperti shalat, misalnya duduk menghadap kiblat, membaca subhanalloh, alhamdulillah, allohuakbar 33x dan berzikir atau berdoa seperti biasanya. Saat haid usahakan tetap bangun shubuh walaupun tak shalat shubuh. Jadi, kondisi ruhiah kita tak terlalu jauh berbeda antara sedang haid dan tidak.

Orang yang futur itu kondisinya begini: seminggu sebelum haid, ibadah sudah mulai tak enak, misalnya tahajud, tilawah Qur’an atau ibadah lainnya sudah mulai berat. Saat haid, selama seminggu jelas tidak melaksanakan ibadah. Sesudah haid, susah memulainya lagi. Berarti masa pulihnya hanya satu minggu. Ini akibat kebiasaan yang terlalu jauh berbeda antara saat haid dengan tidak.

Bagaimana beramal dan beribadah selama haid? Pertama, jagalah diri kita dari fitnah sekecil apapun, apakah dari kesensitifan kita, dari sifat pemarah kita, atau mungkin dari bau kurang sedap yang timbul saat kita haid.

Sebaiknya kita mengalihkan dan menyalurkan amarah atau emosi kita melalui aktifitas fisik yang mengeluarkan tenaga, misalnya menggosok WC, membongkar lemari, membersihkan dapur, atau membereskan rumah.

Kita harus mengetahui bagaimana kecenderungan kita saat haid. Kalau kita termasuk yang sensitif saat haid, jangan melakukan aktifitas seperti silaturahim atau diskusi. Itu tidak tepat karena bisa menimbulkan masalah buat orang lain.

Untuk mengurangi bau yang kurang sedap, sebaiknya kita berthaharah beberapa hari sebelum haid. Kemudian, upayakan menjaga fisik sehigienis mungkin, misalkan jangan sampai telat mengganti pembalut dan lebih sering membersihkan wajah (saat haid biasanya keringat berlebih). Selain itu, luluran saat haid itu baik sekali karena keringat kita sedang banyak hingga kotoran pun lebih banyak keluar.

Kedua, amalan-amalan yang diutamakan saat haid itu adalah amalan yang berkaitan dengan psikologi atau mental kita, misalnya merenung dan berfikir. Kalau kita tak membaca Al Qur’an, kita akan kehilangan amalan. Padahal seharusnya kita mengganti amal itu dengan membaca buku atau menelaah ilmu.

Oleh karena itu, kalau datang saatnya haid jangan disesali, bisa jadi hal inilah yang membuat sikap kita tidak baik selama haid.

“Barang siapa seorang muslimah yang menyambut haidnya dengan kalimat istighfar dan hamdalah, maka sepanjang haidnya dia diberkahi dan dianggap melakukan amal-amal seperti biasanya.” (Al Hadist)

Bukan berarti dengan datang haid iman kita boleh turun. Justru saat kita haid, Alloh sedang memberikan fase keringanan dan memberikan kemudahan pada kita. Artinya kita diistirahatkan, tapi (kalau kita ikhlas) tetap dianggap beramal. Hal-hal yang tidak bisa kita kerjakan saat haid pun bisa kita ganti dengan amalan lain.

Alloh menguji wanita pada beberapa saat, pertama saat haid, kedua saat pertama kali dengan suami, ketiga saat mengandung dan keempat saat melahirkan. Itulah skenario atau fase-fase kehidupan yang diberikan Alloh dengan tujuan untuk mendewasakan kita agar menjadi wanita shalehah.

Jadi, hikmah masa haid ini adalah Alloh sedang membentuk jati diri kewanitaan kita dengan mentraining sekaligus menguji tingkat kesabaran, ketelitian, kebersihan, dan tingkat kesungguhan kita. (zky/mq)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar